Skip to content
Home » Riba Jual Beli (Riba Buyu’)

Riba Jual Beli (Riba Buyu’)

Riba Jual Beli (Riba Buyu’)

Riba Jual Beli (Riba Buyu’) – Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillaahirabbil ‘Aalamiin, Asshalaatu was Salaamu ‘alaa Rasulillah Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa Aalihi wa Shahbihi Ajma’in. Amma Ba’du.

Di dalam transaksi jual beli ada kelompok barang-barang yang bisa terkena riba buyu’(riba jual beli) yang dikenal dengan ashnaf ribawiyyah (komoditi riba).

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (barley) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim no. 1584).

dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَداً بِيَدٍ فَإِذَ اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, ukuran dan takarannya harus sama, dan harus dari tangan ke tangan (secara tunai). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara tunai.”(HR.Muslim No.1587).

Baca Juga:

Para ulama berbeda pendapat tentang ‘illah riba pada keenam item yang disebutkan pada hadits di atas. Adapun pendapat yang kuat menurut saya (wallahu a’lam), ‘illah bagi kelompok emas dan perak adalah alat tukar. Maka masuk dalam kategori ini uang kertas seperti rupiah, dollar, riyal dan yang lainnya karena merupakan alat tukar yang berlaku saat ini di dunia. 

Adapun ‘illah pada keempat barang yang berikutnya (gandum, barley, kurma, garam) adalah makanan yang diperjualbelikan dengan ditakar (diliter) atau ditimbang (dikilo). ‘illah riba ini tidak berlaku pada makanan yang tidak diperjualbelikan dengan cara ditakar atau ditimbang, dan tidak berlaku juga untuk sesuatu yang diperjualbelikan dengan ditakar atau ditimbang jika bukan  makanan.

Dengan kata lain harus memenuhi 2 kriteria yakni, dia merupakan makanan dan diperjualbelikan dengan ditakar atau ditimbang. Maka masuk dalam kategori ini makanan lain seperti beras, terigu, gula, minyak dan yang lainnya karena juga merupakan makanan yang diperjualbelikan dengan ditakar atau ditimbang. 

Barang-barang yang tergolong kelompok yang telah disebutkan diatas didalam pertukarannya ada aturan khusus. Yaitu barang yang sama (sejenis) seperti emas ditukar dengan emas, rupiah ditukar dengan rupiah, atau beras ditukar dengan beras, maka dalam pertukarannya harus sama jumlahnya atau takarannya. Jika tidak maka terjadi riba yang dinamakan Riba Fadhl. Dan harus dilakukan secara tunai. Jika tidak maka terjadi Riba Nasi’ah. 

Adapun barang yang berbeda jenis akan tetapi masih satu ‘illah seperti emas ditukar dengan rupiah, rupiah ditukar dengan dollar, beras ditukar dengan kurma, dan lain-lain, maka syarat pertikarannya harus secara tunai saja dan boleh berbeda jumlah atau takaran.

Baca Juga:

Mungkin kita sempat berfikir mengapa transaksi komoditi riba yang sejenis seperti emas dengan emas, kurma dengan kurma atau beras dengan beras, tidak boleh langsung dipertukarkan meskipun berbeda grade (kualitas).

Sebagai contoh misalnya beras jenis Rojolele (grade bagus) 10 kg tidak boleh ditukar dengan beras ”raskin” (grade rendah) dengan timbangan yang lebih banyak misalnya 20kg. Meskipun secara logika terlihat adil, yaitu beras dengan grade bagus ditukar dengan beras grade rendah dengan jumlah (kilo) yang lebih banyak , akan tetapi secara hukum muamalah pertukaran tersebut masuk kategori riba fadhl yang dilarang karena merupakan pertukaran komoditi riba sejenis dengan berbeda jumlah atau timbangan.

Bagaimana kita menjawabnya? Karena seharusnya kaidah-kaidah muamalah itu justru menjaga prinsip keadilan dan tidak mungkin bertolak belakang dengan logika. Jawabannya adalah karena tidak terdapatnya standard kualitas antar beras (tidak ada tabel kesetaraanya). Yaitu tidak diketahui apakah betul beras rojolele seberat 10kg setara dengan beras raskin seberat 20 kg? Jangan-jangan kesetaraannya hanya 10 kg banding 15 kg, atau mungkin 10 kg banding 18kg.

Dengan kata lain terdapat jahalah atas kesetaraan beras sehingga tidak boleh dipertukarkan sebelum jelas nilai kesetarannya. Oleh karena itu sesuatu yang tidak diketahui kesetaraanya dalam pertukaran dianggap berbeda atau dianggap tidak setara.

Sesuai dengan kaidah :

والجهل بالتماثل كالعلم بالتفاضل 

Ketidaktahuan apakah semisal atau tidak (antara dua barang), maka dianggap mengetahui bahwa (dua barang tersebut) berbeda nilai” (Manhajus Salikin, kitabul buyu’, poin 321).

Maka solusi agar pertukaran beras (atau komoditi riba lain) yang sejenis ini agar jelas nilai kesetarannya yaitu diuangkan terlebih dahulu (dijual) baru kemudian dibelikan kembali beras yang baru (berbeda kualitas).

Baca Juga:

Sebagaimana sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم استعمل رجلا على خيبر، فجاءه بتمر جنيب، فقال له رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: (أكلُّ تمر خيبر هكذا؟) فقال: لا، والله يا رسول الله، إنا لنأخذ الصاع من هذا، بالصاعين، والصاعين بالثلاثة، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: (فلا تفعل، بع الجمع-أي التمر الذي أقل من ذلك- بالدراهم، ثم ابتع بالدراهم جنيبا.

Bahwasannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunjuk seorang perwakilan beliau di daerah Khaibar, kemudian pada suatu saat ia datang menemui beliau dengan membawa kurma dengan mutu terbaik, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah seluruh kurma di daerah Khaibar seperti jenis ini?’ Ia menjawab, ‘Tidak, sungguh demi Allah ya Rasulullah, sesungguhnya kami membeli satu takar dari kurma jenis ini dengan dua takar (kurma jenis yang lain), dan dua takar dengan tiga takar, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau lakukan, juallah kurma yang biasa -maksudnya kurma yang mutunya lebih rendah- dengan uang dirham, kemudian belilah dengan uang dirham tersebut kurma dengan mutu yang lebih baik tersebut.

Wallahu a’lam

Ustadz Ahmad Suryana, B.B.A., D.B.A.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *