Jual beli kredit syariah bukan hanya sekedar akad di atas kertas saja, namun pelaksanaannya juga harus benar. Jika dilanggar maka akan masuk jurang riba. Memastikan! Barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual. Penjual dalam hal ini umumnya adalah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) atau Bank.
Kita ambil contoh kredit mobil yang dijual oleh showroom mobil. Sebelum LKS/Bank menjualnya kembali kepada nasabahnya, kepemilikan mobil sudah ada pada LKS/Bank, bukan pada showroom. Jadi yang menjamin kerusakan dan lain-lain adalah LKS/Bank, bukan showroom.
Saat ini pembeli atau nasabah dapat membeli barang dari LKS/Bank dengan harga yang disepakati secara kredit.
Bentuk jual beli ini harus memenuhi dua syarat.
-
- Harga sudah jelas antara kedua pihak (LKS/Bank dan nasabah), meskipun ada penambahan harga pembelian LKS/Bank dari showroom.
- Tidak ada denda jika terlambat membayar cicilan.
Apabila salah satu dari kedua syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran. Pelanggaran yang sering terjadi adalah LKS/Bank menjual sesuatu yang belum diserahkan secara lengkap.
Artinya belum menjadi milik LKS/Bank, namun sudah dijual kepada nasabah. Jadi LKS/Bank melanggar aturan menjual barang yang bukan miliknya. Jadi bentuknya sama seperti meminjamkan uang untuk membeli mobil kepada nasabah, kemudian mendapat keuntungan dari hutangnya (bunga).
Semoga kita semakin waspada. Jangan tertipu oleh slogan-slogan syariah saja. Kita perlu mengkaji dan terus mengkaji berbagai hukum Islam agar terhindar dari berbagai tipu muslihat riba.
Wallahu a’lam.
sumber : pengusahamuslim.com